Pengaruh Cuaca terhadap Kehidupan Manusia
- Bagaimana Cuaca Dapat Mempengaruhi Kehidupan Manusia?
Erupsi atau letusan gunung berapi
merupakan peristiwa keluarnya magma ke permukaan bumi. Proses keluarnya magma
bisa dalam bentuk yang berbeda-beda untuk tiap gunung api. Erupsi yang terjadi
bisa elusif atau ekplosif. Pada erupsi elusif lava keluar secara perlahan dan
membentuk aliran lava, sedangkan pada erupsi eksplosif lava keluar diikuti
dengan ledakan. Secara garis besar jenis erupsi dapat dibagi tiga, hawaiian,
strombolian dan vulkanian (BNPB, 2016). Erupsi hawaiian diambil dari kata
Hawaii, pulau vulkanik di Samudra Pasifik. Erupsi jenis tipe hawaiian mengeluarkan
lava yang mengalir dalam waktu yang cukup lama. Gunung yang memiliki erupsi
tipe hawaiian berbentuk perisai, di mana tubuh gunung lebih besar dari tinggi
gunung. Contoh gunung tipe hawaiian adalah gunung Kilauea di Hawaii, Amerika
Serikat. Erupsi strombolian diambil dari kata Stromboli, sebuah gunung api di
Italia. Erupsi tipe strombolian berupa letusan-letusan kecil yang melontorkan
material-material yang kembali jatuh di kawah atau di sekitar tepi kawah. Tubuh
dan lereng gunung tersusun dari batuan yang dilontarkan pada saat erupsi.
Erupsi vulcanian diambil dari kata Vulcano, sebuah gunung api di Italia. Erupsi
tipe vulcanian berupa erupsi eksplosif dari tingkat lemah hingga kuat. Erupsi
vulcanian mengeluarkan asap yang kemudian membumbung tinggi dan melebar
menyerupai cendawan. Asap erupsi membawa abu dan pasir yang kemudian turun
sebagai hujan abu dan pasir. Gunung Merapi sendiri dapat dikategorikan sebagai
gunung api tipe vulcanian lemah. Erupsi gunung berapi biasanya dimulai dengan
gempa-gempa kecil. Erupsi terjadi dengan disertai awan panas dan turunnya hujan
abu. Setelah aktivitas erupsi menurun masyarakat masih belum aman sepenuhnya
dari bahaya, abu yang turun biasanya akan menumpuk dengan tebal dan dapat
mengganggu saluran pernapasan. Jika turun hujan setelah erupsi selesai maka
akan menimbulkan bahaya lahar dingin, yang berupa material-material seperti
pasir dan bebatuan yang mengalir kencang dari lereng gunung.
Terdapat
perbedaan erupsi gunung berapi hal tersebut dapat dilihar dari magma yang ada
di permukaannya, tipe saluran untuk erupsi, dan jumlah gas yang ada pada magma.
Ketika erupsi, lahar membentuk irisan-irisan yang bervariasi tergantung sifat
lahar beserta tingkat besar ledakannya. Biasanya erupsi yang disertai dengan
ledakan akan lebih banyak menyemburkan material ke udara, hal ini berbeda
sebaliknya jika erupsi gunung berapi tidak disertai dengan ledakan, berikut
penjelasan yang dituturkan menurut para ahli dalam (Setyadi : 2010).
1.Erupsi Dengan Ledakan
Erupsi dengan ledakan
dapat menyemburkan lahar cair dan semisolid sebaik material solid yang dibawa
magma sebelum erupsi. Ledakan erupsi yang paling dasyat sering disebut Plinian
eruptions. Erupsi ini dapat berlangsung berjam‐jam sampai berharihari dan
menyemburkan banyak sekali tephra. Beberapa gunung berapi dapat melemparkan
material jauh dari lubang kawah, itu disebabkan oleh kandungan senyawa
andesitic. Andesitic biasanya lebih tebal dibanding basaltic. Lahar yang keras
biasanya menciptakan ledakan erupsi yang keras pula.
2.Erupsi Tanpa Ledakan
Apabila
erupsi tanpa disertai ledakan, maka lahar yang keluar selalu melalui celah
disekitar gunung berapi. Tephra jarang disemburkan dalam erupsi tanpa ledakan.
Erupsi ini berkarakteristik basaltic dan dilihat dari bentuknya disebut shield
volcanoes.
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008).
bencana sendiri adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Bencana dapat berupa kebakaran, tsunami, gempa bumi, letusan
gunung api, banjir, longsor, badai tropis dan lainnya. Kegiatan mitigasi bencana
diantaranya:
a.
Pengenalan
dan pemantauan resiko bencana
b.
Perencanaan
partisipatif penanggulangan bencana
c.
Penerapan
upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana
d.
Pemantauan
terhadap pengelolaan sumber daya alam
e.
Pemantauan
terhadap penggunaan teknologi tinggi
f.
Pengawasan
terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup
g.
Kegiatan
mitigasi bencana lainnya.
Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, mengatakan bahwa pengertian mitigasi
dapat didefinisikan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik
melalui pengembangan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
Ada empat hal penting yang perlu di perhatikan dalam mitigasi bencana,
diantaranya tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untung tiap
kategori bencana, sosialisasi dalam menghadapi bencana, mengetahui apa yang
perlu dilakukan dan dihindari serta cara penyelamatan diri jika bencana terjadi
sewaktu-waktu dan pengaturan, penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman
bencana. Pertimbangan dalam menyusun program mitigasi (khususnya di Indonesia)
diantaranya:
1.
Mitigasi
bencana harus diintegrasikan dengan proses pembangunan
2.
Fokusnya
bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga pendididkan, pangan, tenaga kerja,
pemahaman bahkan kebutuhan dasar lainnya
3.
Dalam
sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakat untuk
membuat keputusan, menolong diri sendiri dan membangun sendiri.
4.
Menggunakan
sumberdaya lokal (sesuai dengan prinsip desentralisasi)
5.
Mempelajari
tataguna lahan untuk melindungi masyarakat yang tinggal di daerah rentan
bencana dan kerugian, baik secara sosial, ekonomi maupun implikasi politik.
6. Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat
Jenis mitigasi bencana
Tujuan dari mitigasi sendiri adalah mengurangi
kerugian pada saat terjadinya bahaya di masa mendatang, mengurangi resiko
kematian dan cedera terhadap penduduk, mencakup pengurangan kerusakan dan
kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor
publik.
Mitigasi dibagi menjadi 2 jenis, yakni:
1.
Mitigasi
structural
Mitigasi struktural merupakan upaya dalam
meminimalkan dengan membangun berbagai prasarana fisik menggunakan teknologi.
Biasanya dengan membuat waduk untuk mencegah banjir, membuat alat pendeteksi aktivitas
gunung berapi, menciptakan early warning sistem untuk memprediksi gelombang
tsunami, hingga membuat bangunan tahan bencana atau bangunan dengan struktur
yang direncanakan sedemikian rupa sehingga mampu bertahan dan tidak
membahayakan para penghuninya jika bencana terjadi sewaktu-waktu.
2.
Mitigasi
non struktural
Mitigasi non struktural merupakan suatu upaya dalam mengurangi dampak
bencana melalui kebijakan dan peraturan. Contohnya, UU PB atau Undang-Undang
Penanggulangan Bencana, pembuatan tata ruang kota, atau aktivitas lain yang
berguna bagi penguatan kapasitas warga.
Memahami bahwa bencana dapat diprediksi secara
alamiah dan saling berkaitan antara yang satu dngan lainnya sehingga terus di
evaluasi secara terus-menerus. Upaya mitigasi bencana harus memiliki presepsi
yang baik dari aparat pemerintahan maupun masyarakatnya. Adapun strategi yang
dapat dilakukan agar upaya mitigasi bencana terkoordinir dengan baik adalah
sebagai berikut.
1.
Pemetaan
Pemetaan menjadi hal terpenting dalam mitigasi
bencana, khususnya bagi wilayah yang rawan bencana. Hal ini dikarenakan sebagai
acuan dalam membentuk keputusan antisipasi kejadian bencana. Pemetaan akan tata
ruang wilayah juga diperlakukan agar tidak memicu gejala bencana. Sayangnya di
Indonesia pemetaan tata ruang dan rawan bencana belum terintegrasi dengan baik,
sebab memeng belum seluruh wilayahnya dipetakan, peta yang dihasilkan belum
tersosialisasi dengan baik, dan peta bencana yang dibuat memakai peta dasar
yang berbeda-beda sehingga menyilitkan dalam proses integrasinya.
2.
Pemantauan
Pemantauan hasil pemetaan tingkat kerawanan
bencana pada setiap daerah akan membantu dalam pemantauan dalam segi prediksi
terjadinya bencana. Hal ini akan memudahkan upaya penyelamatan saat bencana
terjadi. Pemantauan juga dapat dilakukan untuk pembangunan infrastruktur agar
tetap memperhatikan AMDAL.
3.
Penyebaran
informasi
Penyebaran informasi dilakukan dengan antara
lain dengan cara memberikan poster, dan leaflet kepada Pemerintah Kabupaten
atau Kota dan Provinsi seluruh Indonesia yang rawan bencana, tentang cara
mengenali, mencega dan penanganan bencana. Tujuannya untuk meningkatkan
kewaspadaan terhadap bencana geologi di kawasan tertentu. Koordinasi pemerintah
daerah sangat berperan dalam menyebarkan informasi ini mengingat wilayah
Indonesia yang sangat luas.
4.
Sosialisasi
penyuluhan pendidikan
Beberapa lapisan masyarakat mungkin ada yang
tidak dapat mengakses informasi mengenai bencana. Oleh karenanya menjadi tugas
aparat pemerintahan untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat. Adapun bahan
penyuluhan hampir sama dengan penyebaran informasi. Pelatihan difokuskan kepada
tata cara pengungsian dan penyelamatan jika terjadi bencana. Tujuan latihan ini
lebih ditekankan pada alur informasi dari petugas lapangan, pejabat teknis dan
masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban bencana.
Dengan pelatihan ini kesiagaan tinggi menghadapi bencana akan terbentuk.
5.
Peringatan
dini
Peringatan dini untuk memberitakan hasil
pengamatan kontinyu di suatu daerah yang rawan bencana, dengan tujuan agar
masyarakatnya lebih siaga. Peringatan dini tersebut disosialisasikan kepada
masyarakat melalui pemerintah dengan tujuan memberikan kesadaran mesyarakat
dalam menghindarkan diri dari bencana. Peringatan diri dan hasil pemantauan
daerah rawan bencana berupa saran teknis, pengalihan jalur jalan (sementara dan
seterusnya), pengungsian dan saran penanganan lainnya.
Bagian paling kritis dalam pelaksanaan mitigai
adalah pemahaman penuh akan sifat bencana. Dalam setiap negara dan daerah, tipe
bahaya yang dihadapi juga akan berbeda-beda. Beberapa negara rentan
terhadap banjir,yang lain memiliki
sejarah-sejarah tentang kerusakan akibat badai tropis, dan yang lain dikenal
sebagai daerah gempa bumi. Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan penanganan
bencana kemudian dibagi menjadi 4 kateori. Mitigasi sebagai tahap awal
penanggulangan bencana alam untuk mengurangi dan memperkecil ampak bencana.
1.
Mitigasi
adalah kegiatan sebelum bencana terjadi. Contoh kegiatannya antara lain membuat
peta wilayah rawan bencana, pembuatan bangunan tahan gempa, penanaman pohon
bakau, penghijauan hutan, serta memberikan penyuluhan dan meningkatkan
kesadaran masyarakat yang tinggal diwilayah rawan tersebut.
2.
Kesiapsiagaan,
merupakan perencanaan terhadap cara merespons kejadian bencana. Perencanaan
dibuat berdasarkan bencana yang pernah terjadi dan bencana lain yang mungkin
akan terjadi. Tujuannya adalah mrminimalkan korban jiwa dan kerusakan
sarana-sarana pelayanan umum juga meliputi upaya mengurangi tingkat risiko,
pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, serta pelatihan warga diwilayah
rawan bencana.
3.
Respons,
merupakan upaya meminimalkan bahaya yang diakibatkan bencana. Tahap ini terjadi
sesaat setelah terjadi bencana. Rencana penanggulangan bencana dilaksanakan
dngan fokus pada upaya pertolongan korban bencana dan antisipasi kerusakan yang
terjadi akibat bencana.
4.
Pemulihan,
merupakan upaya mengembalikan kondisi masyarakat seperti semula. Pada tahap
ini, fokus diarahkan pada penyediaan tempat tinggal sementara bagi korban serta
membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak. Selain itu, dilakukan
evaluasi terhadap langkah penanggulangan bncana yang dilakukan.
Secara geologis Indonesia terletak pada
pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng
Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Negara yang kita huni ini mendapat julukan ring
of fire atau lingkaran api pasifik. Hal ini menjadi faktor Indonesia sering
terjadi bencana. Bencana sndiri diartikan sebagai peristiwa yang dapat
mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat sperti kehilangan nyawa dan harta
benda. Sementara mitigasi sebagai langkah antisipasinya, berikut beberapa
contoh mitigasi:
1.
Mitigasi
bencana alam
Bencana alam sebagai peristiwa akibat faktor
geologis (pergerakan lempeng bumi), klimatologis (kondisi cuaca atau iklim),
dan ekstra terekstrial (benda luar angkasa). contoh mitigasi bencana alam
misalnya saja pada tanah longsor. Adapun mitigasi bencana yang dapat dilakukan
pada tanah longsor adalah sebagai berikut:
a.
Membangun
terasering dengan sistem drainase yang tepat
b.
Membuat
peta rawan bencana tanah longsor
c.
Melakukan
pembuatan tanggul penahan runtuhan batuan
d.
Melakukan
reboisasi di lahan yang gundul
e.
Tidak
mendirikan bangunan di daerah tebing
f.
Memperhatikan
dan membuat sistem peringatan dini
g.
Memantau
informasi gejala tanah longsor dari media elektronik
2.
Mitigasi
non alam
Bencana non alam atau peristiwa akibat dari wabah,
gagal teknologi, dan epidemic. Misalnya saja pada bencana wabah penyakit, yang
bisa dilakukan adalah:
a.
Menyiapkan
masyarakat secar luas termasuk aparat pemerintah khususnya di jajaran kesehatan
dan lintas sektor terkait untuk memahami risiko bila wabah terjadi serta
bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi melalui kegiatan
sosialisasi yang berkesinambungan.
b.
Menyiapkan
produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya-upaya pencegahan, respon cepat
serta penanganan bila wabah terjadi
c.
Menyiapkan
infrastruktur untuk upaya penanganan seperti sumberdaya manusia yang
profesional, sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi, transportasi,
logistik serta pembiayaan operasional.
d.
Upaya
penguatan surveilans epidemiologi untuk identifikasi faktor risiko dan
menentukan strategi intervensi dan penanganan maupun respon dini di semua
jajaran.
3.
Mitigasi
bencana sosial
Bencana sosial masuk diantaranya adalah
kerusuhan. Adapun bencana yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
Mendorong
peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam rangka memelihara stabilitas
ketentraman dan ketertiban
b.
Mendukung
kelangsungan demokrasi politik dengan keberagaman aspirasi politik, serta
ditanamkan moral dan etika budaya politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
c.
Mengembangkan
supremasi hukum dengan menegakan hukum secara konsisten, berkeadilan dan
kejujuran.
d.
Meningkatkan
pemahaman dan penyadaran serta meningkatkan perlindungan penghormatan, dan
penegakan HAM
e.
Meningkatkan
kinerja aparatur negara dalam rangka mewujudkan aparatur negara yang berfungsi
melayani masyarakat, profesional, berdayaguna, produktif, transparan, bebas
dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
a.
Sektor
Kehutanan
Salah satu sector yang memiliki andil dalam meningkatnya emisi gas rumah
kaca. Hal tersebut diakibatkan dari kegiatan pengalihan fungsi lahan hutan
(deforestasi), yang disertai dengan perusakan hutan skala yang luas. Salah satu
cara yang dilakukan untuk mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca di Indonesia
yaitu dengan penanaman bibitpohon. Selain itu, pihak pemerintah turut serta
membangun hutan rakyat, hutan tanaman industri, dan hutan kemasyarakatan.
b.
Sektor
pertanian
Di bidang pertanian, salah satu factor yang turut serta menyumbang
emisi gas rumah kaca yaitu kegiatan pembakaran, kegiatan pemupukan, pelapukan
dan proses respirasi. Oleh karena itu proyek mitigasi untuk sektor pertanian
mempunyai focus pada penerapan teknologi budidaya tanaman, pemanfaatan pupuk
organic, penerapan bioenergi dan kompos, serta pengurangan teknologi biogas dan
pakan untuk bisa membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.
c.
Sektor
limbah rumah tangga
Pengurangan emisi gas rumah kaca tak terhindar dari hal mendasar di
kehidupan sehari-hari. Contohnya sampah yang menumpuk baik yang jenisnya
organic dan anorganik. Oleh karena itu beberapa cara yang telah dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat diantaranya meningkatkan pengelolaan limbah air di
daerah perkotaan, menerapkan 3R (reduce, reuse dan recycle) dalam proses
penanggulangan timbunan sampah, perbaikan dan rehabilitasi di tempat pembuangan
akhir (TPA), dan pemanfaatan daur ulang sampah menjadi bahan produksi energy
yang ramah lingkungan.
d.
Sektor
perairan
Contoh mitigasi yang lain dalam upaya
mengurangi dmpak perubahan iklim terhadap sumberdaya air antara lain teknologi
modifikasi cuaca (TMC) dengan penaburan materian semai (seeding agent) berupa
powder atau flare, usaha rehabilitasi waduk dan embung, alokasi air melalui
waduk pola kering, pembangunan jaringan irigasi, penghijauan lahan kritis dan
sosialisasi gerakan hemat air, peningkatan kehandalah sumber air baku,
peningkatan pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA), pengembangan teknologi
pengolahan air tepat guna, pembangunan dan rehabilitasi waduk dan embung serta
pembangunan jaringan irigasi.
e.
Sektor
transportasi
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi gas di
sektor energi dan transportasi yaitu dengan menggunakan bahan bakar yang lebih
bersih dan fuelswicthing. Selain itu, turut serta mengoptimalisasikan energi
terbarukan yang meliputi energy angin, energy panas, dan energy bumi. Mengoptimalisasikan
pengganti minyak bumi dan mengoptimalisasikan energy nuklir. Selain itu, untuk
transportasi massal diharapkan menggunakan yang rendah akan emisi serta ramah
lingkungan. Strategi yang dilakukan yaitu mengubah pola penggunaan kendaraan
pribadi ke pola transportasi rendah karbon.